Senin, 28 Juli 2008

Sajak Permohonan

Sedikit sekali rasa syukurku
Atas apa yang telah Engkau beri
Ketika semua terjadi tak sesuai dengan inginku
Tanpa sadar keluh kesah dan caci maki terucap
Dari mulut dan hati
Yang hina ini

Yang selalu terpikirkan hanyalah kesenangan
Tapi tak mau merasakan kesusahan
Sedikit bersyukur dan selalu berharap lebih
Tanpa sadar telah membuatku jauh dari-Mu
Jangan Engkau buat aku lebih hina
Di mata-Mu ya Rabb-ku

Selalu mendambakan kebahagiaan
Dan tak pernah siap dalam menghadapi cobaan
Itulah bodohnya aku
Percaya bahwa hidup tak selamanya indah
Tapi tak mau menjalaninya

Akulah insan yang tersesat
Yang kian waktu semakin jauh dari-Mu
Berikanlah sedikit cahaya-Mu
Yang dapat menuntun langkahku
Untuk belajar lebih merindukan kehadiran-Mu
Untuk belajar menerima kehilangan sebelum mendapatkan
Lebih banyak merasakan daripada melihat
Agar menjadi manusia yang Engkau cintai.


Ketika Adanya Sebuah Pilihan


 Ketika hidup menjadi sebuah pilihan, ada hal-hal yang harus dikorbankan. Apa pun langkah yang diambilnya nanti, akan sangat menentukan apa yang akan terjadi kelak nantinya. Jalan kehidupan seperti apa yang akan di lalui seorang cucu Adam, akan tergantung dengan pilihan yang dibuatnya. Konsekuensi baik dan buruk dari sebuah pilihan akan ia peroleh nantinya.
 Ketika kehidupan di penuhi oleh segudang pertanyaan, maka kehidupannya akan lebih bermakna. Ketika kehidupan ditempuh oleh sebuah perenungan yang mendalam, ia akan mengetahui dan menemukan jawaban dari permasalahan hidupnya serta ia akan mengetahui konsekuensi apa yang akan ia dapati nantinya atas sebuah pilihan. Akal yang dianugerahi oleh Sang Pembuat Kehidupan, telah menghantarkan derajat manusia ke tempat yang paling tinggi di antara makhluk yang lainnya. Hati yang dianugerahi sebagai tempat bersemayamnya berbagai rasa telah menuntun manusia untuk tidak dapat berbohong akan sesuatu hal yang akan atau telah ia lalui menyangkut kehidupannya. Terkadang manusia menentukan atau memilih sesuatu berdasarkan rasionalisasinya (akal), akan tetapi terkadang ia menggunakan suara batiniah (hati). Kesemuanya tergantung akan sebuah kondisi dan situasi di mana ia akan memposisikan pilihannya tersebut berdasarkan pemikiran rasionalisasinya atau suara hatinya.
 Ketika adanya sebuah pilihan yang akan dilalui oleh manusia, yang dijadikan pertanyaannya adalah apakah ia akan sanggup menerima konsekuensi atas pilihannya tersebut?Apa yang harus ia lakukan agar dapat selalu dalam kondisi siap?dan apakah yang akan menjadi pertimbangan atas pilihan yang dibuatnya?. Tentu jawaban yang akan didapat beragam. Ini kesemuanya tergantung pada kedua peran yang telah disebutkan di atas. Apakah akal yang lebih mengusai dalam mengambil keputusan atau hati yang lebih mendominasi.
Terkadang banyak manusia yang mengambil sebuah keputusan tanpa pertimbangan yang matang, sehingga akan berdampak pada sebuah penyesalan. Tidak semua pilihan hanya mengandung satu konsekuensi saja, akan tetapi akan berisiko untuk terjadi 2 hal yakni baik dan buruk. Sebuah pilihan yang akan diambil akan berisiko baik dan buruk, mungkin yang akan membedakannya ialah kadar konsekuensi mana yang akan ditempuh ketika sebuah pilihan telah ditentukan. Apakah kadar konsekuensi buruk yang lebih banyak yang akan dicapai, atau justru sebaliknya kadar konsekuensi yang baik yang lebih banyak akan didapati kelak. Dalam hal ini, tentu manusia akan cenderung mengambil alternatif yang kedua yaitu kadar kebaikan yang lebih besar yang akan dicapai dalam menentukan sebuah pilihan. Hasil yang akan dicapai dari sebuah pilihan tidak terlepas dari sebuah proses yang akan dijalani. Bagaimana sebuah hasil akan dicapai dengan maksimal ketika proses yang dijalani berbenturan dengan hasil yang akan dicapai tersebut?.
 Ketahuilah saudaraku bahwa kehidupan manusia adalah sebuah proses. Atau mungkin keadaan yang akan terbalik nantinya, yaitu di mana ketika sebuah proses telah dijalani dengan maksimal, akan tetapi hasil tidak sesuai dengan harapan?. Dengan keadaan ini manusia kembali ditimbulkan oleh sebuah dilema dalam kehidupannya, dan tidak mungkin akan berakhir dengan sebuah rasa keputusasaan dan kekecewaan. Ingatlah saudaraku, bahwa keterbatasan manusia adalah sampai pada titik usaha yang ia lakukan bukan dalam hal menentukan apa yang akan terjadi ke depan. Memang manusia memiliki sebuah rasa untuk berkehendak, akan tetapi ada yang Maha berkehendak. Ia dapat menentukan sesuatu, akan tetapi ada yang lebih Maha Menentukan sesuatu. Adapun pilihan yang diambil manusia itu tidak semuanya berdampak pada kebaikan, walaupun menurutnya sebuah hal yang akan berdampak baik, sebab terkadang apa yang menurut manusia itu baik belum tentu menurut Rabb adalah hal yang baik. Pilihan yang ditetapkan oleh Rabb-lah yang paling baik, walaupun menurut kita itu bukan hal yang baik. Mengapa demikian?bahwa pilihan yang ditetapkan oleh Rabb adalah yang terbaik, sebab hanya Ialah yang benar-benar tahu akan kondisi kita seperti apa, bahkan melebihi apa yang kita ketahui akan diri kita sendiri. Bukankah demikian?.
 Jadi, buat apa saudaraku untuk bersedih ketika hasil dari sebuah pilihan kita ambil tidak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan?. Banyak hal yang akan terjadi yang kita tidak ketahui dari sebuah pilihan tersebut. Kepasrahan bukanlah terjadi tanpa didahului oleh sebuah usaha. Kepasrahan bukan berarti sebuah tindakan menyerah dan putus asa pada sebuah keadaan. Kepasrahan di sini kita berlaku ketika takdir menentukan lain. Dengan sikap pasrah akan menimbulkan keikhlasan akan apa yang luput darinya sebab semuanya telah diserahkan pada yang “menentukan” sebuah keadaan. Berprasangkalah baik kepada Tuhanmu, sebab prasangka Tuhan lahir dari prasangka hambanya. Wallahu’alam.

Bandung, 27 Mei 2004